Ahli Ibadah VS Nafsu
Dahulu kala, ada seorang ahli ibadah yang taat menyembah Allah dalam masa
yang lama. Lalu datang suatu kaum kepadanya, mereka berkata, ”Di sana ada suatu
kaum yang menyembah pohon selain Allah SWT.”
Demi mendengar berita itu, ia sangat marah. Ia segera mengambil kapak dan
memikulnya pada lehernya, lalu bergegas mendatangi pohon itu untuk menebangnya.
Namun iblis menemuinya dalam rupa seorang tua. Iblis bertanya padanya,
”Hendak ke manakah engkau?”
“Aku mau menebang pohon itu,” jawab ahli ibadah itu.
Iblis berusaha mencegahnya, ”Bagaimana engkau ini. Itu berarti engkau
meninggalkan ibadah dan kesibukan dirimu. Engkau mencurahkan tenaga untuk
urusan lain.”
”Ini termasuk ibadahku.”
Lalu Iblis menghalanginya, ”Aku tidak akan membiarkanmu menebangnya.”
Maka ahli ibadah itu menarik iblis dan membantingnya ke tanah, dan menduduki
dadanya.
Iblis memohon padanya, ”Lepaskanlah aku hingga aku berbicara kepadamu.”
Setelah dilepaskan, iblis pun berdiri dan berkata, ”Wahai fulan, Allah telah
menggugurkan kewajiban ini darimu. Dia tidak mewajibkannya kepadamu. Cukuplah
engkau beribadah, dan tidak diwajibkan kepadamu mengurus orang lain. Allah swt
memiliki para nabi di bumi. Kalau Dia menghendaki, niscaya Dia mengutus mereka
kepada penghuni bumi, dan memerintahkan mereka untuk menebang pohon itu.”
”Aku tetap harus menebangnya,” tukas ahli ibadah.
Maka iblis menyerangnya. Tetapi ahli ibadah kembali dapat menguasai dan
membantingnya, serta menduduki dadanya. Sehingga iblis menjadi lemah.
Lalu iblis berkata, ”Maukah aku tunjukkan kepadamu suatu hal yang memisahkan
aku dan kamu? Itu adalah lebih baik dan lebih bermanfaat bagimu.”
”Apakah itu?”
”Lepaskanlah aku sehingga aku mengatakannya padamu,” jawab iblis.
Maka ahli ibadah itu melepaskannya.
Iblis berkata, ”Engkau seorang fakir. Engkau tidak punya apa pun. Engkau
hanya menggantungkan diri pada orang lain untuk mencukupi kebutuhanmu.
Barangkali engkau ingin memberi kepada saudara-saudaramu dan menolong
tetanggamu. Engkau kenyang dan tidak membutuhkan bantuan orang lain.”
”Benar”
”Serahkan urusanmu kepadaku. Pada setiap malam aku akan meletakkan dua dinar
di sisi kepalamu. Apabila memasuki waktu pagi, engkau mengambilnya. Sehingga
engkau dapat menafkahi diri dan keluargamu, serta bersedekah kepada saudara-saudaramu.
Hal itu lebih utama bagimu dan bagi kaum muslim daripada menebang pohon ini
yang tumbuh di tempatnya. Menebangnya tidak menyebabkan bahaya bagi mereka, dan
tidak pula memberikan manfaat kepada saudara-saudaramu orang-prang mukmin.”
Maka ahli ibadah itu memikirkan apa yang dikatakan iblis, dan berkata di
dalam hatinya, ”Orang tua itu benar. Aku bukan nabi yang diharuskan menebang
pohon itu. Allah swt pun tidak memerintahku untuk menebangnya. Maka dengan
membiarkannya aku tidak berbuat maksiat dan apa yang ia katakan itu lebih
banyak manfaatnya.”
Ahli ibadah itu pun membuat perjanjian dengan iblis dan bersumpah padanya,
lalu kembali ke tempat peribadatannya. Ketika memasuki waktu pagi, ia melihat
dua dinar di sisi kepalanya. Demikian pula pada hari berikutnya hingga hari
ketiga.
Tetapi setelah itu ia tidak lagi melihatnya. Maka ia menjadi marah dan
membawa kapak di pundaknya.
Lalu iblis menemuinya lagi dalam rupa seorang tua. Iblis bertanya, ”Mau ke
mana?”
”Aku akan menebang pohon itu.”
”Engkau berbohong. Demi Allah, engkau tidak akan mampu menebangnya, dan
engkau tidak akan dapat melakukannya.”
Maka ahli ibadah itu menarik iblis seperti yang ia lakukan pada pertama
kali. Iblis berkata, ”Hayhata (jauh sekali).” Kemudian iblis menarik ahli
ibadah itu dan membantingnya.
Tiba-tiba ahli ibadah itu merasa seperti seekor burung kecil di bawah kaki
iblis. Lalu iblis menduduki dadanya dan berkata, ”Engkau harus menghentikan hal
ini. Jika tidak, maka aku akan membunuhmu.” Ahli ibadah itu hanya bisa memandangnya,
ia tidak memiliki kekuatan untuk melawannya.
”Wahai fulan, engkau telah mengalahkanku. Lepaskan aku. Beritahukanlah
padaku, mengapa aku dapat mengalahkanmu pada kali pertama, tetapi kini engkau
dapat mengalahkanku?” tanya ahli ibadah.
Iblis menjawab, ”Karena pada kali pertama engkau marah karena Allah swt dan
niatmu untuk kepentingan akhirat sehingga Allah menundukkanku kepadamu. Tetapi
kali ini engkau marah karena nafsumu dan dunia, sehingga aku dapat
membantingmu.”
Maka ahli ibadah itu memukuli dirinya, ”Wahai jiwa, ikhlaslah, maka engkau
selamat.”
“kecuali hamba-hamba-Mu yang ikhlas di antara mereka.” (QS Al Hijr 15:40)
Sumber: Ihya’ ’Ulumuddin, Al Ghazali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar